infoselebb.my.id: Unggah Video Malam Pertama, Atta Halilintar Dikritik Guru NU: Asupan Kebodohan Generasi Muda - INFO UPTODATE

Unggah Video Malam Pertama, Atta Halilintar Dikritik Guru NU: Asupan Kebodohan Generasi Muda

Posting Komentar

Pasangan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah kian mencuri perhatian seantero negeri ini.

Tak hanya resepsi pernikahan yang dihadiri orang nomor satu di negeri ini, tapi juga video yang turut diunggahnya di YouTube.

Setelah resmi menikah pada Sabtu 3 April 2021 lalu, Atta Halilintar menguggah video malam pertama bersama istrinya, Aurel Hermansyah lewat kanal YouTube miliknya yang tayang pada Senin (5/4/2021).

Video malam pertama itu mengundang kritik pedas di berbagai kalangan.

Terbaru, bahkan sempat membuat ulama Nahdathul Ulama (NU) angkat bicara.

Melalui akun Facebooknya, Fritz Haryadi yang merupakan PW PERGUNU (Persatuan Guru Nahdathul Ulama ) Papua, mengkritik vdeo malam pertama Atta Halilintar.

Kritik yang dituliskan lewat akun media sosialnya itu pun telah viral hingga dibagikan lebih dari 2,4 ribu kali dan disukai sebanyak 3,6 ribu kali oleh warganet.

Menurut Fritz, video malam pertama Atta Halilintar memang tidak mengandung adegan porno.

Tapi tetap ada hal yang dinilai pembodohan untuk para generasi muda, terutama yang ikut men-subscribe kanal YouTube Atta Halilintar.

"Dengan subscribers rata-rata remaja usia sekolah, Atta Halilintar menayangkan video malam pertama. Lima juta penonton dalam tempo 24 jam. Tentu tidak ada konten porno, platform melarangnya; tapi ini menambah dosis baru dalam asupan kebodohan yang sudah terlalu lama dicekokkan kepada generasi muda kita," tulis Fritz dalam unggahannya.

Menurutnya, bukan hanya Atta Halilintar saja yang memberikan konten buruk, tetapi juga dengan para konten kreator lainnya.

"Mereka semua Bad Influencers, pembawa pengaruh buruk," ungkapnya lagi.

Kemudian, Fritz menceritakan pembicaraan dengan istrinya yang berprofesi sebagai guru, dimana banyak anak didiknya  yang merupakan subscriber dari Atta Halilintar.

Rata-rata subscriber Atta Halilintar yang tergolong anak sekolah mengaku hanya ikut-ikutan tren semata dan melihat konten-konten prank yang biasa disuguhkan YouTuber 'Ashiyap' ini.


Berikut tulisan Fritz Haryadi selengkapnya:

Dengan subscribers rata-rata remaja usia sekolah, Atta Halilintar menayangkan video malam pertama.

Lima juta penonton dalam tempo 24 jam.

Tentu tidak ada konten porno, platform melarangnya; tapi ini menambah dosis baru dalam asupan kebodohan yang sudah terlalu lama dicekokkan kepada generasi muda kita

Mereka semua Bad Influencers, pembawa pengaruh buruk.

Istri saya yang mengajar di SMP, sudah 2 tahun ini mengajak ngobrol anak-anak didiknya yang menjadi subscriber Atta.

Rata-rata mereka mengaku hanya ikut-ikutan tren, seperti bisa diduga.

Yang disukai anak-anak ini dari channel Atta diantaranya konten prank, pamer mobil mahal, pamer keseharian yang bergelimang kemewahan, dan ucapan "asiyaaap" yang menjadi trademarknya.

Pendeknya, Atta adalah perpanjangan dari sinetron. Ia menghadirkan bukti bahwa kebodohan fiktif bisa menjadi nyata. Dan untuk jasa itu anak-anak kita menimbunnya dengan uang.

Dalam sesi obrolan dengan anak-anak didik, istri saya mendapati bahwa mereka tidak mengerti bagaimana alurnya sehingga subscribe dan jempol mereka bisa menjadi uang buat Atta.

Saat dijelaskan, merekapun mulai berpikir, mulai bisa menangkap ketidakadilan di hadapannya.

Orang tuanya banting tulang untuk membelikan pulsa mereka, lalu mereka habiskan untuk menonton channel Atta; sambil tidak mendapat manfaat apa-apa selain mengikuti tren, hanya untuk bisa nyambung dengan apa yang dibicarakan teman-temannya, hanya untuk menjadi pengikut. Sambil kehilangan waktu untuk belajar.

Tiap tipe konten Atta dibahas dalam obrolan itu.

Tentang prank, istri saya menjelaskan bahwa itu bentuk bullying; hal yang sedang diperangi di lingkungan sekolah di seluruh dunia.

Tentang pamer kekayaan, digalinya aspirasi anak-anak didik; kalau teman pamer kekayaan, bagaimana perasaan mereka? Ternyata tidak senang. Lalu mengapa senang saat dipameri orang lain lewat layar internet?

Pamer kekayaan adalah konsep Vanity. Ini konsep yang sukar diterjemahkan dalam bahasa kita; sebab dalam budaya kita belum ada karsa untuk mengatai fenomena itu.

Terjemahan yang biasa dipakai untuk vanity adalah "kefanaan". Namun ini jauh dari akurat. Yang paling dekat adalah "pamer kekayaan", tapi inipun baru sebagian.

Kata dasar dari Vanity adalah "vain", artinya kosong, hampa, sia-sia. Maka vanity adalah sikap kesia-siaan, kekosongan, sikap mementingkan kulit tanpa peduli isi.

Pencitraan adalah tindakannya, vanity adalah sifatnya.

Ironis, ini karakter paling mendasar dari bangsa kita, namun kita tidak punya nama untuknya.

Sesi obrolan itu diakhiri dengan langkah konkret, yang saya dukung lahir-batin. Ia minta anak-anaknya unsubscribe channel Atta.

Kalau bisa jangan tonton lagi. Kalau masih terasa berat, tonton saja, tapi jangan subscribe. Habis nonton, jangan lupa dislike. Jempol turun.

Atta boleh kaya dari mana saja, tapi jangan dari anak-anak kita.

Istri saya, seorang wali kelas dan guru Bahasa Inggris, mengajak anak didiknya menyelami nalar mereka sendiri, perasaan mereka sendiri; merangsang kepekaan sosial, lalu membimbing mereka mengambil tindakan nyata.

Ini solusi. Inilah pendidikan karakter. Guru-guru se-Indonesia perlu mengambil langkah remedial yang dicontohkan di atas.

Ini langkah awal. Masih panjang daftar influencer di platform vlog yang setipe dengan Atta, yang harus menjadi target selanjutnya.

Mereka adalah antitesis Pendidikan Karakter. Penghambat, penggagal, hama; bagi Pendidikan Karakter.

Hukum tidak bisa melarang orang menjual kebodohan. Caveat emptor : Salah beli, salah sendiri.

Satu-satunya yang mampu memberantas hama ini, hanya sekolah. (serambi.com)

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter